ZIARAH HABIB ALI KWITANG DAN MAJELIS TAKLIM KWITANG
Bagi warga jakarta yang haus dengan ilmu agama, pasti kenal dengan nama Majelis Taklim Kwitang. Merupakan Majelis Taklim yang sudah turun temurun di wariskan dari kakek nenek zaman dahulu. Pergi ke kwitang setiap minggu pagi sangatlah menyenangkan, karena selain sehat jalan-jalan pagi, juga mendapatkan ilmu disana. Apalagi disana kita bisa melakukan ziarah ke makam habib yang merupakan pendiri dari pengajian mingguan kwitang ini.
Pengalama saya kalau hendak pergi ke majelis taklim kwitang berangkatlah pagi-pagi, agar gak macet diajalannya, kemudian sampai disana lakukan ziarah di masjid ar-riyadh , mungkin sebelumnya dapat shalat attahiyatul masjid, shalat duha atau yang lainnya, kemudian ziarah kubur yang ada pinggir area latar majid (masih dalam masjid) dan kemudian jam 9 pagi acara taklim akan dimulai, taklim dilaksanakan bukan di dalam masjid tapi di gedung masjid taklim yang terpisah dengan masjid, terletak sejalan dengan masjid. pelaksanaan taklim kurang lebih hanya 1 jam saja, pengajian kitab rutin sekitar 15-20 menit dan selebihnya adalah pengajian dengar yang disampaikan oleh beberapa habib/ustad/kiyai dengan materi yang berkaitan dengan materi kitab rutin saat itu. jamaah yang hadir banyak sekali , pria, wanita, tua dan muda sampai anak-anak banyak, dan bersama keluarga tentunya sangat menyenangkan, dan tempat mendengarkanpun bermacam-macam, ada yang duduk di majelis taklim sambil melihat tv live penceramah , ada juga yang nongkrong dipinggir jalan, ada yang sambil makan, atau duduk di warung atau di rumah sekitar yang menyediakan ruangan rumahnya untuk jamaah yang mendengarkan, bahkan sampai disedikan kue pula setelah taklim selesai.
bagi yang hobi belanja pun, kwitang ini surganya, karena mulai dari masjid sampai masjid taklim dan sampai keramat raya banyak penjual kaki lima, mulai dari beragam makanan , pakaian, mukena, kaos kaki, perkakas rumah tangga, obat-obatan sampai accesoris pun ada, dengan harga miring dan bisa di tawar jadi jamaah setelah taklim biasanya melanjutkan dengan belanja. dan makanan zaman dulupun dijual disini seperti pesor, kue cincin, pancong, dll, pokonya lengkap.
Ohya tidak ada salahnya mencoba hadir di majelis ilmu kwitang untuk menambah ilmu, ohya tak kenal maka tak sayang , maka saya akan copy paste riwayat dari Habib Ali pendiri majelis taklim kwitang, kalau saat ini yang meneruskan pengajian kwitang adalah cucu beliau yang bernama Habib Abdurrahman, sedangkan tempat ziarah yang ada adalah Habib Ali dan putra beliau Habib Muhammad (ayah dari Habib Abdurahman) . berikut riwayatnya semoga bermanfaat :
Habib Ali Kwitang (lahir di Jakarta, 20 April 1870 – meninggal di Jakarta, 13 Oktober1968 pada umur 98 tahun) adalah salah seorang tokoh penyiar agama Islam tedepan diJakarta pada abad 20. Ia juga pendiri dan pimpinan pertama pengajian Majelis Taklim Kwitang yang merupakan satu cikal-bakal organisasi-organisasi keagaaman lainnya diJakarta.
Riwayat Hidup
[sunting]Masa Kecil
Ia dilahirkan di daerah Kwitang, Jakarta (lahir di Jakarta, Jakarta, 20 April 1870 – meninggal di Jakarta, 13 Oktober 1968 pada umur 98 tahun) bertepatan dengan tanggal hijriah 20 Jumadil Awwal 1286 H dari pasangan Abdurrahman bin Abdullah Alhabsyi dan Salmah. Ayahnya adalah seorang ulama dan da'i keturunan arab sayyidyang hidup zuhud, sementara ibunya adalah seorang wanita sholehah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.[rujukan?]. Ayahnya meninggal dunia saat Ali dalam usia kecil.
Ketika usianya mencapai sekitar 11 tahun, ia berangkat ke Hadramaut untuk belajar agama. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath Habib ‘Abdur Rahman bin ‘Alwi al-’Aydrus. Di sana beliau menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang menjadi gurunya ialah Shohibul Maulid Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Hasan bin Ahmad al-’Aydrus, Habib Zain bin ‘Alwi Ba’Abud, Habib Ahmad bin Hasan al-’Aththas dan Syaikh Hasan bin ‘Awadh. Beliau juga berkesempatan ke al-Haramain dan meneguk ilmu daripada ulama di sana, antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi (Mufti Makkah), Sayyid Abu Bakar al-Bakri Syatha ad-Dimyati, (pengarang I’aanathuth Thoolibiin yang masyhur) Syaikh Muhammad Said Babsail, Syaikh ‘Umar Hamda.
[sunting]Masa Muda dan Tua
Habib Ali menunaikan haji 3 kali. Pertama tahun 1311 H/1894 M pada masa Syarif Aun, kedua tahun 1343 H/1925 M pada masa Syarif Husein, dan ketiga tahun 1354 H/1936 M pada masa Ibnu Saud dan pergi ke Madinah 2 kali.
Ia mulai melaksanakan maulid akhir Kamis bulan Rabiul Awwal setelah wafatnya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi sejak tahun 1338 H/1920 M sampai 1355 H/1937 M di madrasah Jamiat Kheir.
Dalam rangka memantapkan tugas dakwahnya, Habib Ali membangun Masjid ar-Riyadh tahun 1940-an di Kwitang serta di samping masjid tersebut didirikannya sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Unwanul Falah. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid tersebut merupakan wakaf yang sebagian diberikan oleh seorang betawi bernama Haji Jaelani (Mad Jaelani) asal Kwitang[1]. Banyak ulama betawi atau Jakarta yang pernah menjadi muridnya atau pernah belajar di madrasah yang didirikannya. Di antara muridnya yang terkenal adalah K.H. ‘Abdullah Syafi’i (pendiri majlis taklim Assyafi'iyah, K.H. Thahir Rohili (pendiri majlis taklimAtthohiriyah dan K.H. Fathullah Harun (ayah dari Dr. Musa Fathullah Harun, seorang bekas pensyarah UKM).
Saat meninggalnya Habib Ali, stasiun penyiaran TV satu-satunya Indonesia saat itu, TVRI, menyiarkan berita wafatnya.[2] Habib Salim bin Jindan membaiat putera Habib Ali yang bernama Muhammad untuk meneruskan perjuangan keagamaan yang dilakukan ayahnya.
Putera sulungnya yang bernama Abdurrahman mengawini seorang wanita keturunan belanda bernama Maria Van Engels[3] yang lalu masuk islam dan mengubah namanya menjadi mariam.
[sunting]Karier dan Dakwah
Selain menuntut ilmu, Ia juga aktif dalam mengembangkan dakwah Islamiyyah, mengajak umat Islam untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam dengan dasar cinta kepada Allah dan MuhammadSAW. Selain di pengajian tetap di Majlis Taklim Kwitang yang diadakan setiap hari Minggu pagi sejak kurang lebih 70 tahun yang lalu hingga sekarang dengan kunjungan umat Islam yang berpuluh-puluh ribu, ia juga aktif menjalankan dakwah di lain-lain tempat di seluruh Indonesia. Bahkan hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-lereng gunung.
Selain itu Habib Ali juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka dan Mesir. Selain itu beliau juga sempat menulis beberapa kitab, di antaranya Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah [4]
Menurut Muhammad Asad, penulis lebih dari 20 buku yang terbit di Timur Tengah yang puluhan tahun mengenal Habib Ali, menilai, bahwa majelis taklimnya dapat bertahan selama lebih dari satu abad karena inti ajaran Islam yang disuguhkannya berlandaskan tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, serta akhlakul karimah. Ia juga menjelaskan bahwa ajaran dakwah Habib Alwi berupa pelatihan kebersihan jiwa, tasauf mu’tabarah dan dialog antara makhluk dengan al-Khalik serta antara sesama mahluk. Habib Ali tidak pernah menglajarkan ideologi kebencian, iri, dengki, ghibah, fitnah dan namimah. Sebaliknya, Habib Ali mengembangkan tradisi kakek-kakeknya dari keluarga ahlul bait yang intinya menjunjung tinggi nilai kemanusian, menghormati hak-hak setiap manusia tanpa membedakan manusia atas latarbelakang status sosial mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mau membaca, dengan segala kerendahan hati mohon diberikan komentar,semoga dapat bermanfaat